Senin, 24 Oktober 2011

Cermin



Jurry Sonata
Padukan Fashion dan Kesehatan


Menjalankan bisnis dengan passion adalah sebuah anugerah bagi semua orang. Biasanya hasil yang didapat juga tak pernah melenceng dari yang ditargetkan, bahkan keberhasilan kerap melampaui dari yang diharapkan.

Wanita selalu ingin terlihat cantik, sehat dan menarik. Begitu pula yang selalu tertanam dalam diri Jurryi Sonata. Wanita kelahiran 9 Februari 1976 ini berasumsi secara fisik, cantik terpancar dari kulit yang sehat, tidak kusam. Meski kadang terjadi, setelah berumah tangga wanita cenderung tak acuh dengan segala yang pernah menjadi prioritasnya saat masih lajang. Salah satunya seringkali lupa untuk merawat diri sendiri.
Berawal dari itu semua, Jurry yang hobi memanjakan diri dengan perawatan kecantikan, terinpirasi untuk menciptakan aneka produk beauty care. Langkah pertamanya, menciptakan body lotion berlabel Gwendolyn bekerja sama dengan adiknya, Lidya Elena mulai tahun 2008.
”Nama ini diambil dari nama anak kedua saya yang berasal dari nama ratu Inggris abad 17,”ujar Jurry.

Terinspirasi dari Hobi
Pilihan pertamanya jatuh pada body lotion, karena ibu dua anak; Orlando, 6 dan Gwendolyn, 3 ini senang mengoleksinya. Setiap kali jalan-jalan ke mal di luar negeri, Jurry menyempatkan diri untuk mencari produk body lotion terbaru. Karena mengetahui kegemarannya, Jurry pun kerap mendapat oleh-oleh body lotion dari orang-orang terdekatnya. Uniknya, meski suka mengoleksi belum tentu semua produk tersebut cocok dengan kulitnya.
“Biasanya kalau nggak cocok, ya saya simpan saja sebagai barang koleksi karena suka aroma atau model botolnya,” ujar Jurry.
Koleksi lotionnya menumpuk, Jurry pun terinspirasi untuk membuat produk sejenis.
“Umbrellanya adalah beauty care, kebutuhan sehari-hari kaum perempuan. Mulai dari lotion, sabun, shower cream, lipt balm dlan lainnya yang benar-benar efektif untuk merawat kecantikan. Bukan sekadar wanginya disukai tapi juga ketika digunakan tidak memberi efek samping, tidak lengket di kulit. Hal yang sering menjadi keluhan kebanyakan ibu-ibu sehingga meninggalkan perawatan ini,” ujar Jurry.
Alumnus STIE IBIE, Jakarta ini menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan untuk produk yang diciptakannya sebelum melemparkannya ke pasaran.

Sang Guru Besar
Orang yang paling berpengaruh dalam karier Yuri adalah suaminya sendiri, Thianchay Monthaniyachat. Karena pria inilah, dia optimis mendirikan PT Gwendolyn Indonesia.
“Suamiku mengatakan, ’kalau tidak sekarang, kapan lagi kamu akan mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Pengalaman yang didapat juga akan lebih besar. Tapi tetap harus berhati-hati karena kalau jatuh, rasanya juga lebih sakit. Namun terlepas dari itu semua, kamu akan lebih banyak mendapat appriciate. Suamiku adalah guru besarku dalam menjalankan bisnis,” Jurry menirukan kata-kata suaminya.
Ketika berniat memulai bisnis ini, dalam waktu bersamaan adik perempuan satu-satunya, kembali dari Australia setelahmendalami ilmu design communication. Tak ingin pusing-pusing menghire orang lain, Jurry berpikir lebih baik memanfaatkan keahlian yang dimiliki adiknya.
“Terus terang kalau nggak ada Lidya, mungkin nggak bakal jadi. Kalau main ide-ide saja, tapi nggak ada yang bisa menuangkan ke dalam bentuk gambar, kan repot juga. Adikku ini kuat banget desain grafisnya. Pulang ke Jakarta, Lidya pernah kerja juga dengan ekspatriat. Sampai dia pikir, capek ya kerja buat orang, mengonsep produk orang terus,”cerita Jurry.
Bak gayung bersambut, keduanya pun sepakat membangun bisnis keluarga. Maka mulai mereka merancang product beauty care yang beda dari yang sudah ada.
”Karena kalau sama, mending nggak usah. Apalagi marketnya sudah penuh begini,” ungkap penyuka segala jenis genre film ini.
Gwendolyn merupakan perpaduan antara fashion dan kesehatan dengan ragam aroma yang disukai segala usia. Ternyata menyatukan kedua konsep ini tidak mudah, dan menjadi tantangan tersendiri.
“Biasanya, yang beredar di pasaran ada yang benar-benar clinical, istilahnya powdery banget. Fenomena ini yang membuat kita ciptakan body lotion dengan aroma-aroma yang disukai konsumen seperti aroma mangga, bubble gummer, cucumber, dll,” ujarnya.
Keduanya berbagi tugas. Jurry bertanggung jawab pada pemasaran
”Lidya pure di desain. Contoh desain botol seperti apa? Jadi kalau dicari di tempat lain, nggak ada. Dan ini sudah kita patenkan. Selain kualitas juga ok, bagaimana the first time, orang bisa approach barang kita. Kalau dari dekat aja nggak menarik, apa lagi kalau jauh. Idenya benar-benar harus cari yang unik. Jaman sekarang kalau nggak unik, pasti nggak tembus ke pasaran. Satu-satu dipikirkan, mulai dari tutup botol hingga stiker kita cari sendiri,” lanjut Jurry.
Sangat menikmati pekerjaan yang sekarang ia tekuni.
“Peduli kecantikan, sudah menjadi keharusan. Saat usia terus berjalan, menuntut kita untuk semakin merawat diri. Untuk anak-anak juga penting. Karena mereka tidur pakai AC, di sekolah dan tempat kerja pun pakai AC. Lalu olahraga panas-panasan di luar. Udara kita makin lama makin buruk. Tidak ada ceritanya nggak pakai lotion kalau nggak ingin kulit kering,” ujar Jurry, meyakinkan.
----


Boks
Berbisnis Sejak Kuliah



Jiwa bisnis Jurry sudah terasah sejak masih kuliah. Dari dulu Jurry senang berjualan baju, dompet dan perna -pernik perempuan muda seusianya. Memanfaatkan uang jajan yang diberikan orang tuanya dan berkolaborasi dengan salah seorang tantenya yang menjadi distributor pakaian bermerk, sempat dilakukan Jurry dengan serius.
”Iseng-iseng berbisnis, sekaligus ingin mengukur seberapa besar kemampuan saya. Apalagi anak-anak kuliah jaman dulu kan nggak kayak jaman sekarang. Uang jajanku nggak sebesar anak kuliah jaman sekarang. Lalu aku lihat peluang, tiap hari teman ada saja yang ulang tahun. Tiap sebentar beliin kado dan segala macam. Dari situ aku terpikir berjualan pernak pernik kado. Barang yang kecil-kecil yang terjangkau dengan dompet anak kuliahan. Yang penting nggak terlalu menganggu kuliah,” cerita Jurry.
Melalui bisnis kecil-kecilan, secara tak langsung Jurry juga tumbuh sebagai pribadi yang mandiri. Terlebih kedua orang tuanya juga tak pernah memanjakan kedua putrinya dengan limpahan fasilitas yang berlebihan. Hingga lulus kuliah tahun1998, Jurry sempat bekerja pada bagian eksport di perusahaan glass wear.
“Lumayan 4 tahun. Saya cukup menimba ilmu dari sana. Bagaimana kontak dengan customer, mengatur skedul dan lainnya. Begitu menikah, saya pilih istirahat, mengurus anak. Setelah anak bisa ditinggal, suami mengijinkan saya untuk berkarier lagi. Karena sudah terbiasa menikmati hari-hari tanpa tekanan, saya nggak kepengen lagi kerja nine to five. Lalu saya coba-coba bikin sesuatu. Kalau bisnis sendiri, untung rugi di tangan kita. Passion kita juga dapat dieksplor lebih maksimal,” kata Jurry.


Tabloid Wanita Indonesia. Edisi 1134. Foto: Istimewa